Rancangan Undang-undang TNI Diam-diam di Sah kan, Akankah Sejarah Kelam Terulang Kembali?

 


Baru-baru ini Masyarakat Indonesia dihebohkan dengan Rancangan Undang-undang TNI yang akan di sahkan Pada Rapat Paripurna Pada kamis, 20 Maret 2025.

Pengesahan Rancangan Undang-undang TNI yang dilakukan Secara terburu-buru membuat masyarakat geram dan bertanya-tanya. 

Bahkan Komisi I DPR-RI menggelar rapat Panitia kerja (panja) Revisi Undang-undang TNI di hotel bintang lima, Fairmont Jakarta Selama dua hari, 14-15 maret 2025 yang memakan anggaran hingga lebih dari satu Miliar Rupiah.

Pembahasan rapat mengenai Rancangan Undang-undang TNI terdapat 2 pasal yang akan di ubah:

1. Perluasan jabatan bagi TNI aktif (Pasal 47).

2. Kenaikan batas usia masa dinas TNI (Pasal 53).

Rapat dilakukan Secara tertutup, bahkan anggota media tidak bisa masuk karena telah dijaga ketat. Seluruh fraksi di DPR menyetujui Rancangan Undang-undang TNI NO.34 Tahun 2004 tentang TNI di bawa ke paripurna Untuk di sahkan pada kamis, 20 Maret 2025.

Namun hasil rapat yang telah dilaksanakan DPR bertentangan dengan Masyarakat. Masyarakat di buat bertanya-tanya, mengapa rapat dilakukan secara tertutup dan terkesan terburu-buru.

Selain itu masyarakat juga tidak sependapat dengan putusan DPR-RI, lantaran dengan di sahkannya Rancangan Undang-undang TNI membuat :

1. Kembalinya Dwi fungsi ABRI yang membuat Militer akan memiliki pengaruh yang lebih besar dalam pengambilan keputusan politik, baik tingkat nasional maupun daerah. Selain itu ruang bagi masyarakat sipil untuk berpartisipasi dalam politik dan pemerintahan menyempit.

2. Adanya ancaman demokrasi dan HAM impunitas militer, Seperti penyalahgunaan kekuasaan militer untuk kepentingan pribadi maupun kelompok tertentu.

3. Bertambahnya saingan kerja, yang mana perwira TNI bisa masuk ke sektor sipil dan merebut lapangan kerja bagi anak muda.

Dengan di sahkannya Rancangan Undang-undang TNI masyarakat semakin geram dengan keputusan DPR-RI, seperti salah satu satu cuitan milik akun media sosial 'x' @Cutgurl 


"Banyak yang di PHK, banyak yang pengangguran, pengangkatan CPNS dan PPPK aja di tunda, Susah nyari kerja, eh malah militer di kasih kerja ganda, kayak kekurangan orang sipil aja. Yang TNI, POLRI aja udah banyak yang jabat sipil eh ini malah aktif ikut-ikutan".

Dan masih banyak lagi cuitan masyarakat yang tidak sepakat terhadap putusan Rancangan Undang-undang TNI.

Kekhawatiran masyarakat bukanlah kekhawatiran semata. Masyarakat takut lantaran Dwi Fungsi ABRI(Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) memiliki sejarah yang cukup kelam, yang mana Dwi Fungsi ABRI berawal dari pemikiran Jenderal Abdul Haris Nasution pada tahun 1958 di masa pemerintahan Orde Baru. 

Pada mulanya Dwi fungsi ABRI adalah fungsi tempur dan fungsi pembina Wilayah atau pembina masyarakat. Sehingga anggota ABRI mendapatkan kursi di MPR dan DPR tanpa perlu mengikuti Pemilu. 

Puncak dari masa kejayaan Dwi Fungsi ABRI terjadi pada tahun 1990-an, dimana para anggota ABRI memegang kunci di sektor pemerintahan, mulai dari Bupati, Wali kota, pemerintah provinsi, duta besar, pimpinan perusahaan milik Negаrа, peradilan, hingga menteri di kabinet Soeharto. 

ABRI yang turut memegang kekuasaan Negara membuat demokrasi terkikis. Namun dalam kekuasaan yang dipegang militer kerap terjadi pelanggaran HAM yang mengakibatkan kerusuhan.

Sejarah kelam inilah yang membuat masyarakat bertentangan dengan putusan DPR-RI. Hingga detik ini masyarakat terus menunjukkan suara mereka, berharap suara mereka dapat di dengar.


Penulis: Siti Annisa Br. Nainggolan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolehkah Dosen mewajibkan Mahasiswa membeli buku hasil cetakannya Sendiri?

Aula Kosong, Ketua dan Wakil Tidak Hadir: Sorotan terhadap Pelantikan DEMA Insan Binjai

Kenapa partisipasi anak muda sangat penting untuk masa depan politik di Indonesia?